A. Pendahuluan
Berbicara tentang Tuhan, sebagian kaum Syi’ah tetap menyakini akan adanya Sang Kholiq, serta meng-Esakan-Nya. Sebagian lagi memberikan pernyataan yang sangat menyimpang dari ajaran Islam itu sendiri, sehingga komunitas ini dapat dikatakan syirik kepada Tuhan. Dan dibawah ini akan dipaparkan beberapa pemahaman kaum Syi’ah tentang Tuhan:
B. Pembahasan
Ketauhidan
Tauhid adalah salah satu ajaran di dalam agama Islam yang menyatakan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa atau Maha Tunggal. Hal ini telah jelas diterangkan di dalam kitab suci Al-Qur’an surat al-Ikhlas yaitu:
ö@è% uqèd ª!$# î‰ymr& ÇÊÈ ª!$# ߉yJ¢Á9$# ÇËÈ öNs9 ô$Î#tƒ öNs9ur ô‰s9qムÇÌÈ öNs9ur `ä3tƒ ¼ã&©! #·qàÿà2 7‰ymr& ÇÍÈ
Artinya: Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa {1} Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu {2} Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan {3} Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia" {4}
Dalam masalah ketauhidan ini, golongan Syi’ah terbagi menjadi dua: Pertama, sebagian orang Syi’ah tidak sama dengan Ahlul Sunnah. Hal ini dapat dilihat dari perkataan salah satu imam mereka yaitu Ni’matullah al-Jazairi yang menyatakan bahwa: “Kami tidak bersatu dengan Ahlul Sunnah dalam ketuhanan Allah, tidak pula dalam kenabian, atau masalah keimanan. Karena mereka (Ahlul Sunnah) mengatakan bahwa Tuhan mereka adalah yang telah mengutus Muhammad dan Khalifah setelahnya Abu Bakar. Maka kami tidak mengakui Tuhan seperti itu, dan tidak pula mengakui Nabi itu. Sesungguhnya Tuhan yang menjadikan pengganti Nabi-Nya adalah Abu Bakar, bukan Tuhan kami, dan tidak pula nabi itu nabi kami.” (al-Anwar an-Nu’maniyah: 1/278). Dan juga mereka menyakini bahwa para imam-lah yang memiliki bumi beserta isinya. Hal ini sesuai dengan apa yang disebutkan oleh Muhammad bin Ya'kub al-Kulaini dalam kitab ushul Kafi, (khususnya pada bab yang berjudul "Bumi seluruhnya adalah milik Imam"): Dari Abi Abdullah as berpesan; “sesungguhnya dunia dan akhirat adalah kepunyaan Imam, diberikannya kepada yang dikehendakinya dan ditolaknya bagi yang tak diingininya. Ini kekuasaan yang diberikan oleh Allah kepada Imam.”
Kedua, sebagian orang Syi’ah yang lain (sekte imamiyah) tetap berkeyakinan bahwa Allah adalah Esa, hal ini tidak bertentangan apa yang diyakini oleh Ahlul Sunnah juga. Mereka menyatakan bahwa orang-orang yang menyekutukan Allah termasuk ke dalam golongan orang-orang kafir. Tentang ketauhidan ini mereka berdalil dengan pernyataan dari Hammad bin Amar al-Nashibi,” … Sedangkan kewajiban hati adalah beriman, mengakui, mengetahui, membenarkan, berserah diri, berikrar dan rela bahwa tiada Tuhan melainkan Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, Esa, tempat bergantung, tidak beristri, dan tidak pula beranak. Dan sesungguhnya Muhammad SAW., adalah hamba dan utusan-Nya.” (Al-Kafi: juz 2 hlm., 39 dan 124-125). Akan tetapi, golongan ini tetap memberikan istitsna’ (pengecualian) yang dengan hal itu menjadikan golongan ini sedikit berbeda dengan Ahlul Sunnah. Istitsna’ tersebut adalah:
a. Menurut golongan ini, barang siapa beriman kepada Allah namun tidak beriman kepada kepemimpinan Ali r.a setelah Nabi SAW dan para Imam dari keturunan beliau, maka hukumnya sama dengan orang musyrik yaitu orang yang menyekutukan Allah (kafir).
b. Mentakwilkan ayat-ayat suci al-Qur’an tentang uluhiyyah agar sesuai dengan doktrin mereka. Contohnya dalam surat az-Zumar ayat 65:
ô‰s)s9ur zÓÇrré& y7ø‹s9Î) ’n<Î)ur tûïÏ%©!$# `ÏB šÎ=ö6s% ÷ûÈõs9 |Mø.uŽõ°r& £`sÜt6ósu‹s9 y7è=uHxå £`tRqä3tGs9ur z`ÏB z`ƒÎŽÅ£»sƒø:$# ÇÏÎÈ
Artinya: “Dan Sesungguhnya Telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.”
Dalam tafsir al-Qummi (tafsir orang-orang syi’ah) dijelaskan, bahwa yang dimaksud dengan “mempersekutukan” dalam ayat di atas adalah menyekutukan kepemimpinan Ali r.a dengan kepemimpinan orang lain.
Sifat Allah
Dalam menyikapi sifat Allah ini, ada beberapa sekte kaum Syi’ah terutama yang ekstrem sangat menentang akan adanya sifat Allah. Contoh: Sifat Iradah yaitu Allah menginginkan sesuatu, keinginan tersebut bukanlah sifat ataupun zat Allah. Kemudian Allah mengetahui segala sesuatu setelah ditakdirkan atau diinginkan.
Selain itu, ada juga beberapa sekte yang lain dari kaum Syi’ah yang mempercayai serta mengagungkan akan sifat-sifat Allah, misalnya: Sifat Keadilan yang berarti meletakkan segala sesuatu pada tempatnya. Dan kelompok ini biasa disebut dengan ‘adilah Imamah, dimana para imam mereka sebagai penanggung jawab atas terlaksananya keadilan di muka bumi ini.
Dari beberapa sekte kaum Syi’ah yang ekstrem tadi juga memberikan pernyataan yang sangat kontroversial tentang sifat Allah selain Sifat Iradah yaitu Sifat Bada’ Allah. Bada’ diartikan sebagai “Timbulnya pemikiran baru”. Misalnya: Kita telah mengambil satu keputusan, dengan berbagai pertimbangan yang matang. Buah pertimbangan ini selanjutnya dipublikasikan, agar menghasilkan karya yang nyata. Namun tidak lama berselang, terlintas di benak kita bahwa keputusan yang telah di ambil ternyata kurang tepat, sehingga mengharuskan untuk menghapus keputusan tadi dan menggantinya dengan hasil ide yang baru. Hal ini mereka yakini dengan dalil di dalam kitab mereka yaitu Ushulul Kafi fi Kitabit Tauhid: 1/331 dikatakan bahwa Abu Abdillah berkata, “Seseorang belum dianggap beribadah kepada Allah sedikit pun, hingga ia mengakui adanya sifat Bada’ bagi Allah.” Bada’ merupakan salah satu aqidah sebagian orang Syi’ah karena hal ini diperkuat dengan hadits-hadits yang ada di dalam kitab mereka, sampai-sampai al-Kulaini membuat satu bab khusus untuk membahas tentang bada’, diantara hadits tersebut adalah:
a. Dari Marazim bin Hakim, dia berkata: Aku mendengar Abu Abdillah mengatakan: “Seorang Nabi tidak resmi menjadi Nabi hingga mengakui lima perkara karena Allah, mengakui bada’, masyi’ah, sujud, ubudiyah dan taat.” (al-Kafi, Juz 1 hlm., 146)
b. Dari ar-Rayyan bin ash-Shalt, dia berkata: “Aku mendengar ar-Ridho mengatakan: “Tidak ada satu Nabi-pun yang diangkat menjadi Nabi kecuali mengharamkan Khamr dan mengakui bada’ pada Allah.”
Mereka juga memiliki dalil dari Al-Qur’an yang berkaitan dengan sifat bada’ ini, sehingga dengan dalil ini semakin menyakinkan bahwa sifat bada’ tersebut memang layak disandingkan kepada Allah. Dalil tersebut adalah:
(#qßsôJtƒ ª!$# $tB âä!$t±o„ àMÎ6÷Vãƒur ( ÿ¼çny‰YÏãur ‘Pé& É=»tGÅ6ø9$# ÇÌÒÈ
Artinya: “Allah menghapuskan apa yang dia kehendaki dan menetapkan (apa yang dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh).” (QS. Ar-Ra’du: 39)
Dari penjelasan ini, mereka sudah ingkar terhadap Firman Allah sendiri dimana Allah adalah Maha mengetahui baik dzahir maupun bathin (Ghaib), dan pengetahuan yang Allah miliki tidak sama dengan pengetahuan makhluk-makhluk-Nya. Dan di dalam Al-Qur’an telah dipaparkan secara detail dan wadhih diantaranya yaitu:
@è% žw ÞOn=÷ètƒ `tB ’Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚö‘F{$#ur |=ø‹tóø9$# žwÎ) ª!$# 4 $tBur tbrâßêô±o„ tb$ƒr& šcqèWyèö7ムÇÏÎÈ
Artinya: Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.” (QS. An-Naml: 65).
Selain itu, mereka juga menyakini bahwa para imam merekalah yang memiliki ilmu pengetahuan yang sempurna. Hal ini telah dijelaskan oleh para pemimpin mereka seperti:
1. Al-Kulaini, berkata dalam kitabnya Al-Kafi (1/261): “Bahwa para imam mengetahui ilmu yang telah dan akan terjadi, dan tidak ada sesuatu apa pun yang tersembunyi bagi mereka.”
2. Al-Khomeini, berkata: “Sesungguhnya para imam itu memiliki kedudukan yang terpuji dan derajat yang tinggi serta kepemimpinan pembentukan, yang tunduk dan taat di bawah kepemimpinan dan kekuasaannya itu seluruh jagad raya.” (al-Hukumah al-Islamiyah: 52)
Setelah Sifat Iradah, Sifat Bada’, mereka juga menolak akan adanya sifat dan tidak mengakui zat yaitu Allah yang mempunyai sifat. Oleh karena itu, Sifat Qidam bukan Sifat Tuhan dan bukan pula sifat dari yang Baharu, karena yang Qadim adalah amar-Nya dan kalimah-Nya, sedangkan bentuk dan sifatnya Baharu.
Teori Tasybih
Sebagian kaum Syi’ah ada yang mempercayai akan adanya teori tasybih ini, dimana tasybih itu sendiri adalah menyerupakan, mempersamakan imam mereka dengan Tuhan atau menyerupakan Tuhan dengan makhluk. Dan dengan teori yang mereka yakini ini maka akan timbullah beberapa ajaran atau paham yang dikenal dengan sebutan hulul dan tanasukh.
Hulul adalah roh ketuhanan masuk ke dalam tubuh manusia. Dari pengertian ini dapat diartikan bahwa mereka menganggap para imam sebagai Tuhan sehingga apa yang dikatakan, dilakukan para imam adalah perkataan atau perbuatan Tuhan. Dan juga dapat dimaknai bahwa Tuhan berada dimana-mana, Tuhan berbicara melalui mulut siapa saja dan lahir pada setiap orang terutama para imam.
Selain hulul mereka juga mempercayai akan tanasukh, dimana roh ketuhanan dapat berpindah dari satu tubuh ke tubuh yang lain. Menurut Abdullah: “roh dapat berpindah dari satu tubuh ke tubuh lain, dosa dan pahala berada pada tubuh yang berbuat, apakah tubuh dalam bentuk tubuh manusia atau binatang.”
Syi’ah Ismailiyyah telah menulis buku-buku ajarannya, dan mereka berpendapat tentang Allah: “Kami tidak mengatakan Allah maujud, dan tidak juga dikatakan tahu. Allah tidak dikatakan Maha Tahu dan tidak juga dikatakan tidak tahu. Allah tidak dikatakan kuasa dan tidak juga dikatakan lemah.” Dan inilah teori tasybih yang diterapkan pada aqidah mereka, sehingga antara Sang Pencipta dengan makhluk-Nya tidak ada bedanya.
Mereka mencontohkan akan teori tasbih ini dengan imam Ali, dimana dikatakan “Ali tidak meningggal, karena pada dirinya terdapat unsur ketuhanan yang tidak mungkin musnah. Oleh karena itu, Ali berada di atas awan: petir sebagai suaranya, kilat sebagai senyumnya dan dia akan turun kembali ke dunia ini pada saat dunia dilanda oleh kejahatan dan ketidakadilan.” Pengikut Syi’ah ektrem menganalogikan teori tasybih ini dengan penjelmaan malaikat Jibril sebagai manusia, atau penjelmaan syaiton sebagai manusia atau binatang yang melakukan tindak kejahatan. Dari penjelmaan tersebut, maka penjelmaan rohani ke dalam tubuh jasmani suatu hal yang tidak mungkin dielakkan.
Oleh karena itu, setelah tanasukh dan hulul ini diyakini maka para imam mereka telah memiliki sifat ketuhanan, dan akhirnya kedudukan para imam sama dengan kedudukan Tuhan seperti halnya dalam pengetahuan. Para imam mereka memiliki ilmu ghaib, dimana dengan ilmu tersebut mereka dapat mengetahui segala sesuatu baik dzahir maupun bathin.
Tuhan dan Makhluk-Nya
Menurut pengikut Syi’ah al-Hisyamiyyah (ekstrem), diriwayatkan Ibn Ruwandi dari al-Hisyam ibn Hakam selaku imam mereka pernah mengatakan: “Antara yang disembah (Tuhan) dan benda ada banyak kemiripannya, karena adanya kemiripanan inilah menunjukkan adanya Allah.” Dan juga menurut beliau “Tuhan berbentuk manusia bagian atasnya mempunyai rongga dan bagian bawahnya padat. Dia adalah nur yang bersinar-sinar dan Dia mempunyai lima anggota: tangan, kaki, hidung, telinga dan mulut serta mempunyai kuku yang berwarna hitam, namun tidak mempunyai darah dan daging.” Dengan pernyataan seperti ini dapat diartikan bahwa Tuhan dan makhluk-Nya (para imam) adalah sama, oleh karena itu para imam yang merupakan penjelmaan Tuhan selalu terjaga dari kemaksiatan sedangkan para Nabi sebagai utusan tidak mendapatkan hal itu (perlindungan) dan sebagai gantinya yaitu dengan pemberian wahyu kepada mereka (para nabi).
Menurut kelompok penganut ajaran al-Mughiriyyah (ekstrem), imam mereka yang bernama al-Mughiriyyah ibn Sa’id al-Ajali berkata: ”Allah sejajar dengan makhluk-Nya, dimana Allah mempunyai bentuk, terdiri dari tubuh dan mempunyai anggota tubuh seperti huruf alphabet.” Allah dianalogikan oleh kelompok ini dengan seorang laki-laki yang terdiri dari cahaya, di atas kepalanya mahkota yang terdiri dari cahaya, mempunyai hati yang keluar dari hikmah. Selain itu, mereka mengatakan bahwa semua makhluk diciptakan dari dua lautan yang airnya jernih dan keruh, dimana lautan ini merupakan hasil dari kecuruan keringat Allah. Akan tetapi dari semua makhluk Allah yang pertama kali diciptakan adalah bayang-bayang Muhammad kemudian bayang-bayang Ali dan terakhir bayang-bayang seluruh makhluk.
Menurut kelompok an-Nu’maniyyah yang dipimpin oleh Muhammad ibn Numan Abi Ja’far al-Ahwal yang mendapat laqob Syaitan Ath-thaq. “Allah adalah nur yang berbentuk manusia Tuhan.” dan mereka menolak pendapat yang mengatakan Tuhan berbentuk tubuh kasar, dikarenakan hal ini tidak sesuai dengan hadits yang artinya: “Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dalam bentuk-Nya…dalam bentuk ar-Rahman (Tuhan).”
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, Umar. 2001“Beberapa Kekeliruan Aqidah Syi'ah”. http://groups.google.com (online) diakses 21-06-08
Ismail, Ahmad Qusyairi. Dkk. 2007. “MUNGKINKAH SUNNAH DAN SYI’AH DALAM UKHUWAH?, Jawaban atas buku Dr. Quraish Shihab (Sunnah-Syi’ah bergandenga Tangan! Mungkinkah?)” Pasuruan: Pustaka Sidogiri
Syukur, Asywadie.“Al-Milal Wa Al-Nihal (Asy-Syahrastani).” Surabaya: PT Bina Ilmu.,
Syiraz, Nashir Makarim. 2000. “Belajar Mudah Tentang Allah SWT, Kenabian, Keadilah Ilahi, Kepemimpinan, Kebangkitan di Akhirat.”. Jakarta: PT. Lentera Basritama
“Keajaiban Syiah” http://www.Wahdah.or.id (online) diakses 15/06/2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar