BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Proses pembelajaran di sekolah memerlukan dua pihak, pengajar dan pelajar. Proses belajar-mengajar harus aktif dan dinamis. Sistem pembelajaran satu arah tidak seharusnya dianut lagi. Pembelajaran harus berlangsung dua arah, masing-masing pihak harus bekerjasama dan memainkan peran untuk menghasilkan pembelajaran yang sukses.
Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya untuk mengarahkan anak didik ke dalam proses belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan belajar sesuai dengan apa yang diharapkan. Pembelajaran hendaknya memperhatikan kondisi individu anak karena merekalah yang akan belajar. Anak didik merupakan individu yang berbeda satu sama lain, memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan perbedaan-perbedaan individual anak tersebut, sehingga pembelajaran benar-benar dapat merobah kondisi anak dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak paham menjadi paham serta dari yang berperilaku kurang baik menjadi baik. Kondisi riil anak seperti ini, selama ini kurang mendapat perhatian di kalangan pendidik. Hal ini terlihat dari perhatian sebagian guru/pendidik yang cenderung memperhatikan kelas secara keseluruhan, tidak perorangan atau kelompok anak, sehingga perbedaan individual kurang mendapat perhatian. Gejala yang lain terlihat pada kenyataan banyaknya guru yang menggunakan metode pengajaran yang cenderung sama setiap kali pertemuan di kelas berlangsung.
Pembelajaran yang kurang memperhatikan perbedaan individual anak dan didasarkan pada keinginan guru, akan sulit untuk dapat mengantarkan anak didik ke arah pencapaian tujuan pembelajaran. Kondisi seperti inilah yang pada umumnya terjadi pada pembelajaran konvensional. Konsekuensi dari pendekatan pembelajaran seperti ini adalah terjadinya kesenjangan yang nyata antara anak yang cerdas dan anak yang kurang cerdas dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Kondisi seperti ini mengakibatkan tidak diperolehnya ketuntasan dalam belajar, sehingga sistem belajar tuntas terabaikan. Hal ini membuktikan terjadinya kegagalan dalam proses pembelajaran di sekolah.
Menyadari kenyataan seperti ini para ahli berupaya untuk mencari dan merumuskan strategi yang dapat merangkul semua perbedaan yang dimiliki oleh anak didik. Strategi pembelajaran yang ditawarkan adalah strategi belajar aktif (active learning strategy).
1.2. Rumusan Masalah
Untuk memudahkan penulisan dan pemahaman makalah ini, maka kami susun beberapa rumusan masalah, yaitu:
1. Apa pengertian active learning?
2. Bagaimana karakteristik model pembelajaran active learning?
3. Bagaimana aplikasi active learning (belajar aktif) dalam pembelajaran?
4. Bagaimana peran guru dalam pembelajaran active learning?
1.3. Tujuan
1. Mendeskripsikan pengertian active learning
2. Mendeskripsikan karakteristik model pembelajaran active learning
3. Mendeskripsikan aplikasi active learning (belajar aktif) dalam pembelajaran
4. Mendeskripsikan peran guru dalam pembelajaran active learning
BAB II
MODEL PEMBELAJARAN ACTIVE LEARNING
2.1. Pengertian Active Learning
Pembelajaran aktif (active learning) adalah suatu proses pembelajaran dengan maksud untuk memberdayakan peserta didik agar belajar dengan menggunakan berbagai cara/ strategi secara aktif. Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping itu pembelajaran aktif (active learning) juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa/ anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa perhatian anak didik berkurang bersamaan dengan berlalunya waktu. Penelitian Pollio (1984) menunjukkan bahwa siswa dalam ruang kelas hanya memperhatikan pelajaran sekitar 40% dari waktu pembelajaran yang tersedia. Sementara penelitian McKeachie (1986) menyebutkan bahwa dalam sepuluh menit pertama perthatian siswa dapat mencapai 70%, dan berkurang sampai menjadi 20% pada waktu 20 menit terakhir.
Kondisi tersebut di atas merupakan kondisi umum yang sering terjadi di lingkungan sekolah. Hal ini menyebabkan seringnya terjadi kegagalan dalam dunia pendidikan kita, terutama disebabkan anak didik di ruang kelas lebih banyak menggunakan indera pendengarannya dibandingkan visual, sehingga apa yang dipelajari di kelas tersebut cenderung untuk dilupakan. Sebagaimana yang diungkapkan Konfucius:
Apa yang saya dengar, saya lupa
Apa yang saya lihat, saya ingat
Apa yang saya lakukan, saya paham
Ketiga pernyataan ini menekankan pada pentingnya belajar aktif agar apa yang dipelajari di bangku sekolah tidak menjadi suatu hal yang sia-sia. Ungkapan di atas sekaligus menjawab permasalahan yang sering dihadapi dalam proses pembelajaran, yaitu tidak tuntasnya penguasaan anak didik terhadap materi pembelajaran.
Mel Silberman (2001) memodifikasi dan memperluas pernyataan Confucius di atas menjadi apa yang disebutnya dengan belajar aktif (active learning), yaitu :
Apa yang saya dengar, saya lupa
Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit
Apa yang saya dengar, lihat dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman lain, saya mulai paham
Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan
Apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya kuasai
Ada beberapa alasan yang dikemukakan mengenai penyebab mengapa kebanyakan orang cenderung melupakan apa yang mereka dengar. Salah satu jawaban yang menarik adalah karena adanya perbedaan antara kecepatan bicara guru dengan tingkat kemampuan siswa mendengarkan apa yang disampaikan guru. Kebanyakan guru berbicara sekitar 100-200 kata per menit, sementara anak didik hanya mampu mendengarkan 50-100 kata per menitnya (setengah dari apa yang dikemukakan guru), karena siswa mendengarkan pembicaraan guru sambil berpikir. Kerja otak manusia tidak sama dengan tape recorder yang mampu merekam suara sebanyak apa yang diucapkan dengan waktu yang sama dengan waktu pengucapan. Otak manusia selalu mempertanyakan setiap informasi yang masuk ke dalamnya, dan otak juga memproses setiap informasi yang ia terima, sehingga perhatian tidak dapat tertuju pada stimulus secara menyeluruh. Hal ini menyebabkan tidak semua yang dipelajari dapat diingat dengan baik.
Penambahan visual pada proses pembelajaran dapat menaikkan ingatan sampai 171% dari ingatan semula. Dengan penambahan visual di samping auditori dalam pembelajaran kesan yang masuk dalam diri anak didik semakin kuat sehingga dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan hanya menggunakan audio (pendengaran) saja. Hal ini disebabkan karena fungsi sensasi perhatian yang dimiliki siswa saling menguatkan, apa yang didengar dikuatkan oleh penglihatan (visual), dan apa yang dilihat dikuatkan oleh audio (pendengaran). Dalam arti kata pada pembelajaran seperti ini sudah diikuti oleh reinforcement yang sangat membantu bagi pemahaman anak didik terhadap materi pembelajaran.
Penelitian mutakhir tentang otak menyebutkan bahwa belahan kanan korteks otak manusia bekerja 10.000 kali lebih cepat dari belahan kiri otak sadar. Pemakaian bahasa membuat orang berpikir dengan kecepatan kata. Otak limbik (bagian otak yang lebih dalam) bekerja 10.000 kali lebih cepat dari korteks otak kanan, serta mengatur dan mengarahkan seluruh proses otak kanan. Oleh karena itu sebagian proses mental jauh lebih cepat dibanding pengalaman atau pemikiran sadar seseorang. Strategi pembelajaran konvensional pada umumnya lebih banyak menggunakan belahan otak kiri (otak sadar) saja, sementara belahan otak kanan kurang diperhatikan. Pada pembelajaran dengan Active learning (belajar aktif) pemberdayaan otak kiri dan kanan sangat dipentingkan.
Thorndike mengemukakan 3 hukum belajar, yaitu :
1. Law of readiness, yaitu kesiapan seseorang untuk berbuat dapat memperlancar hubungan antara stimulus dan respons.
2. Law of exercise, yaitu dengan adanya ulangan-ulangan yang selalu dikerjakan maka hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi lancar
3. Law of effect, yaitu hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi lebih baik jika dapat menimbulkan hal-hal yang menyenangkan, dan hal ini cenderung akan selalu diulang.
Active learning (belajar aktif) pada dasarnya berusaha untuk memperkuat dan memperlancar stimulus dan respons anak didik dalam pembelajaran, sehingga proses pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan, tidak menjadi hal yang membosankan bagi mereka. Dengan memberikan strategi active learning (belajar aktif) pada anak didik dapat membantu ingatan (memory) mereka, sehingga mereka dapat dihantarkan kepada tujuan pembelajaran dengan sukses. Hal ini kurang diperhatikan pada pembelajaran konvensional.
Dalam metode active learning (belajar aktif) setiap materi pelajaran yang baru harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada sebelumnya. Materi pelajaran yang baru disediakan secara aktif dengan pengetahuan yang sudah ada. Agar murid dapat belajar secara aktif guru perlu menciptakan strategi yang tepat guna sedemikian rupa, sehingga peserta didik mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar.
Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa perbedaan antara pendekatan pembelajaran active learning (belajar aktif) dan pendekatan pembelajaran konvensional, yaitu :
Pembelajaran konvensional Pembelajaran Active learning
Berpusat pada guru Berpusat pada anak didik
Penekanan pada menerima pengetahuan Penekanan pada menemukan pengetahuan
Kurang menyenangkan Sangat menyenangkan
Kurang memberdayakan semua indera dan potensi anak didik Membemberdayakan semua indera dan potensi anak didik
Menggunakan metode yang monoton Menggunakan banyak metode
Kurang banyak media yang digunakan Menggunakan banyak media
Tidak perlu disesuaikan dengan pengetahuan yang sudah ada Disesuaikan dengan pengetahuan yang sudah ada
Perbandingan di atas dapat dijadikan bahan pertimbangan dan alasan untuk menerapkan strategi pembelajaran active learning (belajar aktif) dalam pembelajaran di kelas.
2.2. Karakteristik Model Pembelajaran Active Learning
Menurut Bonwell (1995), pembelajaran aktif memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
1. Penekanan proses pembelajaran bukan pada penyampaian informasi oleh pengajar melainkan pada pengembangan ketrampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap topik atau permasalahan yang dibahas.
2. Peserta didik tidak hanya mendengarkan materi pelajaran secara pasif tetapi mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan materi pelajaran tersebut.
3. Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan dengan materi pelajaran.
4. Peserta didik lebih banyak dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa dan melakukan evaluasi.
5. Umpan-balik yang lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran.
Di samping karakteristik tersebut di atas, secara umum suatu proses pembelajaran aktif memungkinkan diperolehnya beberapa hal. Pertama, interaksi yang timbul selama proses pembelajaran akan menimbulkan positive interdependence dimana konsolidasi pengetahuan yang dipelajari hanya dapat diperoleh secara bersama-sama melalui eksplorasi aktif dalam belajar. Kedua, setiap individu harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan pengajar harus dapat mendapatkan penilaian untuk setiap peserta didik sehingga terdapat individual accountability. Ketiga, proses pembelajaran aktif ini agar dapat berjalan dengan efektif diperlukan tingkat kerjasama yang tinggi sehingga akan memupuk social skills. Dengan demikian kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan sehingga penguasaan materi juga meningkat.
Suatu studi yang dilakukan Thomas (1972) menunjukkan bahwa setelah 10 menit belajar di kelas, peserta didik cenderung akan kehilangan konsentrasinya untuk mendengar pelajaran yang diberikan oleh pendidik secara pasif. Hal ini tentu saja akan makin membuat pembelajaran tidak efektif jika kegiatan belajar mengajar terus dilanjutkan tanpa upaya-upaya untuk memperbaikinya. Dengan menggunakan cara-cara pembelajaran aktif hal tersebut dapat dihindari. Pemindahan peran pada peserta didik untuk aktif belajar dapat mengurangi kebosanan ini bahkan bisa menimbulkan minat belajar yang besar pada peserta didik. Pada akhirnya hal ini akan membuat proses pembelajaran mencapai learning outcomes yang diinginkan.
2.3. Aplikasi Active Learning (Belajar Aktif) Dalam Pembelajaran
Dalam saat-saat awal dari kegiatan belajar aktif, ada tiga tujuan penting yang harus dicapai. Arti pentingnya jangan dipandang rendah sekalipun pelajarannya hanya berlangsung satu jam pelajaran. Tujuan-tujuan ini adalah sebagai berikut:
1. Pembentukan tim: membantu siswa untuk lebih menguasai satu sama lain dan menciptakan semangat kerjasama dan interdependensi.
2. Penilaian sederhana: pelajarilah sikap, pengetahuan dan pengalaman siswa.
3. Keterlibatan belajar langsung: ciptakan minat awal terhadap pelajaran.
Ketiga tujuan di atas, bila dicapai, akan membantu menciptakan lingkungan belajar yang melibatkan siswa, meningkatkan kemauan mereka untuk ambil bagian dalam kegiatan belajar aktif, dan menciptakan norma kelas yang positif. Dengan hanya memakan waktu sekitar lima menit (tergantung dari lamanya waktu pelajaran) untuk mengawali pelajaran yang bisa berlangsung hingga dua jam, alokasi waktu pembuka ini sudah cukup memadai. Memperkenalkan kembali aktivitas ini dari waktu ke waktu selama pelajaran juga akan membantu memperbarui pembentukan tim, memperbaiki penilaian, dan menciptakan kembali minat terhadap mata pelajaran.
Adapun strategi pembuka untuk digunakan dalam pengajaran, yang perlu dipertimbangkan adalah:
1. Tingkat ancaman: apakah siswa yang akan anda ajar terbuka terhadap gagasan dan aktivitas baru, atau apakah anda menengarai adanya keengganan dan keberatan dari siswa sejak permulaan? Mengawali pelajaran dengan strategi yang mengungkapkan kurangnya pengetahuan dan keterampilan siswa tentunya beresiko: mereka mungkin tidak siap untuk mengungkapkan kelemahan mereka. Sebagai gantinya, sebuah strategi yang meminta partisipan untuk berkomentar tentang sesuatu yang tidak asing lagi bagi mereka justru akan memudahkan keterlibatan mereka di dalam kelas.
2. Kesesuaian dengan norma-norma siswa: pelajaran yang diikuti oleh siswa remaja atau dewasa barangkali pada awalnya kurang bisa menerima metode permainan dibanding dengan siswa usia sekolah dasar. Murid perempuan mungkin merasa lebih nyaman berbagai perasaan dalam sebuah tugas yang mengungkapkan isi hati dibanding murid laki-laki. Anda menciptakan lingkungan untuk semua siswa ketika memilih aktivitas pembuka; karena itu pertimbangankanlah siapa saja siswa ada dan rencanakanlah dengan cermat.
3. Relevansi terhadap mata pelajaran: bila anda tertarik dengan pertukaran nama secara sederhana, strategi yang akan anda baca berikut ini menawarkan peluang bagus bagi siswa untuk memulai mempelajari materi pelajaran. Variasikan bahan pembuka percakapan agar memiliki relevansi dengan materi yang hendak anda ajarkan. Semakin erat antara latihan pembuka dengan mata pelajaran anda, semakin mudahlah peralihan yang hendak anda lakukan terhadap aktivitas belajar utma yang telah anda siapkan.
Penggunaan strategi pembelajaran aktif bagi pendidik akan memudahkan dalam mengajar. Adapun beberapa strategi untuk mengaplikasikan model pembelajaran aktif (active learning) adalah:
1. Critical Insident (Mengkritisi Pengalaman Penting)
Strategi ini digunakan oleh pendidik dengan maksud mengajak peserta didik untuk mengingat pengalaman yang pernah dijumpai atau dialami sendiri kemudian dikaitkan dengan materi bahasan.
2. Reading Guide (Penuntun Bacaan)
Strategi ini digunakan pendidik dengan maksud mengajak peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan cara membaca suatu teks bacaan (buku, majalah, koran dan lain-lain) sesuai dengan materi bahasan.
3. Poster Comment (Mengomentari Gambar)
Strategi ini digunakan pendidik dengan maksud mengajak peserta didik untuk memunculkan ide apa yang terkandung dalam gambar, yang mana gambar tersebut berkaitan dengan pencapaian suatu kompetensi dalam pembelajaran.
4. Index Card Matc (Mencari Pasangan Jawaban)
Suatu strategi yang digunakan pendidik dengan maksud mengajak peserta didik untuk menemukan jawaban yang cocok dengan pertanyaan yang disiapkan.
5. Card Sort (Mensortir Kartu)
Yaitu strategi yang digunakan oleh pendidik dengan maksud mengajak peserta didik untuk menemukan konsep dan fakta melalui klasifikasi materi yang dibahas dalam pembelajaran.
6. The Power of Two (Kekuatan Berpasangan)
Strategi ini digunakan guru dengan maksud mengajak pesreta didik untuk belajar berpasangan, karena hasil belajar berpasangan memiliki kekuatan yang lebih dibanding sendirian.
7. Snowballing (1, 2, 4, 8,………dst)
Yaitu suatu strategi yang digunakan oleh pendidik dengan maksud mengajak peserta didik untuk merumuskan sebuah jawaban dari pertanyaan guru dengan cara sendirian (1 orang) kemudian hasilnya dipadukan dengan teman lain dalam kelompok kecil (2 orang) sampai disepakati dalam kelompok besar.
8. Concept Mapping (Peta Konsep)
Suatu cara yang digunakan oleh pendidik dengan maksud meminta peserta didik untuk membuat konsep atau kata-kata kunci dari suatu pokok persoalan sebagai rumusan inti pelajaran.
9. JiQSaw
Yaitu strategi kelompok yang terstruktur didasarkan pada kerjasama dan tanggung jawab. Strategi ini menjamin setiap peserta didik memikul tanggung jawab yang signifikan dalam kelompok.
10. Brainstorming (Curah Pendapat) dan Elisitasi (Seleksi Pendapat)
Strategi ini digunakan dengan cara meminta peserta didik untuk mencurahkan pendapatnya atau memunculkan ide gagasan secara lisan dan di Eliminasi atau dipilah jawaban yang dianggap benar dan cocok.
11. Information Search (Mencari Informasi)
Yaitu suatu cara yang digunakan oleh guru dengan maksud meminta peserta didik untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan baik oleh pendidik maupun peserta didik sendiri, kemudian mencari informasi jawabannya lewat membaca untuk menemukan informasi yang akurat.
12. Active Debate (Debat Aktif)
Strategi ini dapat mendorong pemikiran dan perenungan terutama kalau peserta didik diharapkan mempertahankan pendapat yang bertentangan dengan keyakinannya sendiri.
13. Everyone is Teacher Here (Semua adalah Pendidik/ Guru)
Strategi ini digunakan oleh pendidik dengan maksud meminta peserta didik untuk semuanya berperan menjadi narasumber terhadap sesama temannya di kelas belajar.
L. Dee Fink (1999) mengemukakan model active learning (belajar aktif) sebagai berikut:
1. Dialog dengan diri sendiri adalah proses di mana anak didik mulai berpikir secara reflektif mengenai topik yang dipelajari. Mereka menanyakan pada diri mereka sendiri mengenai apa yang mereka pikir atau yang harus mereka pikirkan, apa yang mereka rasakan mengenai topik yang dipelajari. Pada tahap ini guru dapat meminta anak didik untuk membaca sebuah jurnal atau teks dan meminta mereka menulis apa yang mereka pelajari, bagaimana mereka belajar, apa pengaruh bacaan tersebut terhadap diri mereka.
2. Dialog dengan orang lain bukan dimaksudkan sebagai dialog parsial sebagaimana yang terjadi pada pengajaran tradisional, tetapi dialog yang lebih aktif dan dinamis ketika guru membuat diskusi kelompok kecil tentang topik yang dipelajari.
3. Observasi terjadi ketika siswa memperhatikan atau mendengar seseorang yang sedang melakukan sesuatu hal yang berhubungan dengan apa yang mereka pelajari, apakah itu guru atau teman mereka sendiri
4. Doing atau berbuat merupakan aktivitas belajar di mana siswa berbuat sesuatu, seperti membuat suatu eksperimen, mengkritik sebuah argumen atau sebuah tulisan dan lain sebagainya.
Ada banyak metode yang dapat digunakan dalam menerapkan active learning (belajar aktif) dalam pembelajaran di sekolah. Melvin L. Silberman (2001) mengemukakan 101 bentuk metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran aktif. Kesemuanya dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas sesuai dengan jenis materi dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai oleh anak. Metode tersebut antara lain:
1. Question Student Have (Pertanyaan Peserta Didik)
Metode Question Student Have ini digunakan untuk mempelajari tentang keinginan dan harapan anak didik sebagai dasar untuk memaksimalkan potensi yang mereka miliki. Metode ini menggunakan sebuah teknik untuk mendapatkan partisipasi siswa melalui tulisan. Hal ini sangat baik digunakan pada siswa yang kurang berani mengungkapkan pertanyaan, keinginan dan harapan-harapannya melalui percakapan.
2. Reconnecting (menghubungkan kembali)
Metode reconnecting (menghubungkan kembali) ini digunakan untuk mengembalikan perhatian anak didik pada pelajaran setelah beberapa saat tidak melakukan aktivitas tersebut.
3. Pengajaran Sinergetik (Synergetic Teaching)
Metode ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada siswa membandingkan pengalaman-pengalaman (yang telah mereka peroleh dengan teknik berbeda) yang mereka miliki.
4. Kartu Sortir (Card Sort)
Metode ini merupakan kegiatan kolaboratif yang bisa digunakan untuk mengajarkan konsep, penggolongan sifat, fakta tentang suatu objek, atau mengulangi informasi.
5. Trading Place
Metode ini memungkinkan peserta didik lebih mengenal, tukar menukar pendapat dan mempertimbangkan gagasan, nilai atau pemecahan baru terhadap berbagai masalah.
6. Who in The Class?
Metode ini digunakan untuk memecahkan kebekuan suasana dalam kelas. Teknik ini lebih mirip dengan perburuan terhadap teman-teman di kelas daripada terhadap benda. Strategi ini membantu perkembangan pembangunan team (team building) dan membuat gereakan fisik berjalan tepat pada permulaan gerakan fisik berjalan tepat pada permulaan sebuah perjalanan.
7. Resume Kelompok
Teknik resume secara khusus menggambarkan sebuah prestasi, kecakapan dan pencapaian individual, sedangkan resume kelompok merupakan cara yang menyenangkan untuk membantu para peserta didi lebih mengenal atau melakukan kegiatan membangun tem dari sebuah kelompok yang para anggotanya telah mengenal satu sama lain.
8. Prediction (Prediksi)
Metode ini dapat membantu para siswa menjadi kenal satu sama lain. Dalam metode ini, peserta didik diminta untuk meramalkan bagaimana masing-masing orang dalam kelompoknya akan menjawab pertanyaan tertentu yang telah dipersiapkan untuk mereka.
9. TV Komersial
Metode ini dapat menghasilkan pembangunan team (team building) yang cepat. Peserta didik dibagi ke dalam team yang tidak lebih dari 6 anggota dan diminta untuk membuat iklan TV 30 detik yang meniklankan masalah pelajaran dengan menekankan nilainya bagi meraka atau bagi dunia.
10. The Company You Keep
Metode ini digunakan untuk membantu siswa sejak awal agar lebih mengenal satu sama lain aktivitas kelas bergerak dengan cepat dan amat menyenangkan.
2.4. Peran Guru dalam Pembelajaran Active Learning
Model pembelajaran active learning menekankan pentingnya proses belajar siswa di samping hasil belajar yang dicapainya. Bahwasanya proses belajar yang optimal memungkinkan hasil belajar yang optimal pula.
Ada beberapa kemampuan yang dituntut dari seorang guru dalam menumbuhkan keaktifan belajar dalam proses pengajaran, yaitu:
a. Mampu menjabarkan bahan pengajaran dalam berbagai bentuk, misalnya dalam bentuk pertanyaan-petanyaan problematic untuk didiskusikan antar teman, dalam bentuk scenario atau disimulasikan dan didemonstrasikan oleh siswa, dalam bentuk pernyataan hipotesisuntuk dipecahkan melalui problem solving, dalam bentuk konsep dan prisip agar diaplikasikan oleh para siswa dll.
b. Mampu merumuskan tujuan instruksional kognitif tingkat tinggi, seperti analisis,sintesis, evaluasi sekurang-kurangnya aplikasi. Dengan kegiatan tersebut maka kegiatan belajar siswa lebih aktif, lebih kaya dan lebih komprehensif.
c. Menguasai cara-cara beljar yang efektif seperti cara belajar mandiri, berkelompok, cara mempelajari buku, cara bertanya atau mengajukan pertanyaan, cara mengemukakan pendapat dll. Cara-cara tersebut hendaknya ditanamkan pada siswa sehingga siswa dapat mempraktikkanya.
d. Memiliki sikap yang positif terhadap tugas profesinya, mata pelajaran yang di asuhnya, sehingga selalu berupaya meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru.
e. Terampil dalam membuat alat peraga pengjaran sederhana sesuaia dengan kebutuhan dan tuntutan mata pelajaran yang diasuhnya, serta penggunanay dalamproses pengajaran.
f. Terampil menggunakan metode mengajar yang mendorong keaktifan seperti metode pemberian tugas. Metode diskusi, metode demontrasi, metode eksperimen, metode pemecahan masalah dll.
g. Terampil menggunakan model-model mengajar yang menumbuhkan keaktifan sehingga diperoleh hasil belajar yang optimal. Model-model belajar yang bernafaskan keaktifan akan dibahas lebih lanjut.
h. Terampil dalam melakukan interaksi dengan siswa dengan mempertimbangkan tujuan dan bahan pengajaran, suasana belajar, jumlah siswa, waktu yang tersedia, dan factor yang berkenaan dengan diri guru itu sendi. Yaitu cara-cara yang digunakan guru dalam melakukan hubungan timbal balik dengan para siswa.
i. Memahami sifat dan karakteristik siswa terutama kemampuan belajarnya, cara dan kebiasaan belajar, minat terhadap mata pelajaran, motivasi untuk belajar dan hasil belajar yang dicapainya.
j. Terampil menggunakan sumber-sumber yang ada sebagai bahan ataupun media belajar para siswa dalam proses belajar mengajar. Sumber belajar bisa berupa manusia misalnya siswa yang dianggap menguasai bahan belajar, barang seperti alat-alat peraga, buku sumber dll.
k. Terampil mengelola kelas atau memimpin siswa belajar. Guru dituntut menguasai kelas dalam pengertian kegiatan siswa belajar dapat dikendalikan dengan baik dan produktif.
Disamping ketrampilan-ketrampilan diatas, guru dituntut untuk dapat menyesuaikan interaksinya dengan kesanggupan dan kemampuan siswa. Dilihat dari kemampuan atau potensi siswa dalam hubunganya dengan kesanggupan menerima pelajaran, dapat dibedakan menjadi tiga kategori siswa, yakni siswa yang tergolong kurang, siswa sedang dan siswa yang berkemampuan tinggi. Atas dasar kategori ini pendekatan guru bisa berbeda satu sama lain.
Dalam menghadapi siswa yang kemampuan atau kesanggupanya rendah, guru hendaknya melakukan usaha-usaha sebagai berikut:
1. sering mengulang bahan pengajaran agar siswa tersebut dapat lebih memahaminya.
2. pembicaraan guru jangan terlalu cepat, dan berikan contoh-contoh konkrit bagi setiap konsep yang dibahas.
3. peregunakan alat bantu sehingga dapat memperjelas bahan yang diberikan
4. tugas dan pekerjaan yang diberikan kepad asiswa yang rendah kemampuanya jangan terlalu banyak dan sulit yang dapat menimbulkan rasa rendah diri da frustasi bila ia tidak mampu mengerjakanya
5. berikan penghargaan khusus setiap menunjukna kemajuan belajarnya, missal dengan memberikan pujian atas prestasinya, memberikan penjelasan dan dorongan bahwa ia tidak kalah dengan kelas lainya.
6. berikan tugas dan pekerjaan rumah secara teratur agar ia dapat mengejar ketinggalanya dari siswa lain.
7. berikan perhatian khusus baik didalam kelas maupun diluar kelas dengan menunjukan rasa sayang sehingga ia merasa diperhatikan
8. apabila ad diskusi atau kerja kelompok jangan disatukan dengan anak pandai, namun ada dalam satu kelompok dengan siswa yang setaraf sehingga ada keberanian untuk berpartisipasi dalam kelompoknya.
9. jika guru ada waktu berikan pelajaran tambahan diluar waktu belajar bersama-sama dengan siswa yang setaraf kemampuanya.
Lain halnya dengan menghadapi siswa yang memiliki kemampuan tinggi. Dalam menghadapi siswa kategori ini tugas guru lebih mudah dan lebih ringan. Beberapa sifat yang menonjol dari kategori siswa ini adalah:
1. cepat tanggap terhadap bahan yang diberikan oleh guru.
2. memberikan reaksi yang spontan bila tidak mengerti.
3. sering mengambil inisiatif untuk melakukan kegiatan belajar.
4. sering menunjukkan keakuannya kepada teman sekelasnya.
5. kadang-kadang memandang enteng kepada tugas-tugas yang diberikan dan bahan yang disampaikan oleh guru.
Oleh sebab itu, pendekatan guru menghadapi siswa kategori ini bisa dilakukan sebagai berikut:
a. berikan tugas tambahan sehingga ia dapat memanfaatkan waktunya dan bisa maju sesuai dengan kemampuanya.
b. Jangan terlalu banyak mengulang bahan sebab bisa membosankan siswa sehingga menggurangi motifasi dan perhatian belajarnya.
c. Tempatkan siswa itu sebagai ketua kelompok belajar agar dapat menggambil inisiatif dalam memecahkan masalah dan tugas yang diberikan kepada mereka.
d. Beri kesempatan untuk mengemukakan di depan kelas dan beriakn penghargaan atas karya dan pendapatnya.
e. Berikan tugas dan tanggung jawab untuk membantu teman lain dalam menyelesaikan pekerjaan dan aktifitas belajarnya.
Melalui upaya diatas siswa kategori tinggi tidak dihambat kemajuanya, tetapi disalurkan sehingga dapat menambah usahanya menuju hasil yang lebih optimal. Adapun menghadapi siswa kategori sedang-sedang saja atau pandai tidak kurang juga tidak, pendekatanya berada pada kondisi antara karakteristik anak kurang dengan karakteristik anak pandai atau tinggi kemampuanya. Jumlah ini biasanya paling banyak, sehingga upaya yang dilakukan oleh guru harus mendorong mereka meningkatkan usahanya agar usaha yang dicapai mereka lebih meningkat. Sisiwa kategori ini biasanya tidak menunjukkan kelainan-kelainan, baik yang sifatnya positif maupun negatif. Apabila dikelompokan dengan anak pandai, mereka masih bisa menyesuaikan diri dan turut mengambil peran dalam kegiatan belajar kelompoknya. Bahkan jika dikelompokan dengan siswa kategori kurang, mereka bisa mengambil inisiatif dalam kelompoknya, namun ada beberapa pertimbangan dalam pengelompokan siswa untuk kegiatan belajar antara lain:
a. Pertimbangan praktis dan kemudahan belajar. Misal kelompok terdiri dari siswa yang tempat tinggalnya berdekatan;kelompok berdasarkan jenis kelamin, artinya laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan; kelompok atas dasar keinginan siswa yang bersangkutan, biasanya dengan teman yang paling akrab.
b. Pertimbangan kecakapan atau prestasi belajar. Pengelompokan atas dasar prestasi belajar bisa dibuat dalam kategori, yakni kategori yang sejenis atas dasar prestasinya(homogen) dan kelompok dari berbagai taraf kemampuan(heterogen) kelompok yang setara prestasinya bisa dibedakan menjadi tiga kategori yakni kelompok prestasi tinggi, sedang dan rendah. Sedangkan kelompok heterogen campuran dari siswa kategori tinggi sedang dan rendah. Setiap kategori pengelompikan prestasi diatas ada kelebihan dan kekuranganya oleh sebab itu, guru harus mempunyai tujuan tertentu apabila siswa akan dikelompokkan berdasarkan taraf prestasinya. Hal ini penting agar jangan ada kesan dari siswa terhadap klasifikasi prestasi mereka yang bisa membuat rasa rendah diri.
c. Pertimbangan minat belajar, pengelompokan siswa atas dasar minat yang sama dapat dilakukan oleh guru dalam rangka mengembangkan kegiatan belajarnya, sehingga guru harus mengetahui minat para siswa. Hal ini bisa dilakukan dengan cara bertanya pada siswa atau menyuruh siswa untuk memilih mata pelajaran yang disukainya.
Kompetisi kelompok diarahkan kepada produktifitas belajar kelompok agar dapat mencapai hasil yang optimal.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pembelajaran aktif (active learning) adalah suatu proses pembelajaran dengan maksud untuk memberdayakan peserta didik agar belajar dengan menggunakan berbagai cara/ strategi secara aktif.
2. Adapun karakterisrik model pembelajaran active learning adalah penekanan proses pembelajaran bukan pada penyampaian informasi oleh pengajar melainkan pada pengembangan ketrampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap topik atau permasalahan yang dibahas, peserta didik aktif mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan materi pelajaran tersebut, penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan dengan materi pelajaran, peserta didik lebih banyak dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa dan melakukan evaluasi, umpan-balik yang lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran.
3. Ada banyak metode yang dapat digunakan dalam menerapkan active learning (belajar aktif) dalam pembelajaran di sekolah. Kesemuanya dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas sesuai dengan jenis materi dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai oleh anak. Metode tersebut antara lain Who is in the Class? (siapa di kelas), Group Resume (resume kelompok), prediction (prediksi), TV Komersial, Question Student Have (Pertanyaan Peserta Didik), dan lain sebagainya.
4. Peran guru dalam pembelajaran active learning guru dituntut dapat menumbuhkan keaktifan belajar dalam proses pengajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Hartono, Strategi Pembelajaran Active Learning, (http://edu-articles.com/)
Samadhi, T.M.A. Ari, 2008. Pembelajaran Aktif (Active Learning), Enginering Education Development Project
Silberman, Melvin L., 2006. Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif, Bandung: Nusamedia
Surjadi, 1989. Membuat Siswa Aktif Belajar, Bandung: Mandar Maju
Yasin, A. Fatah, 2008. Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, Malang: UIN-Malang Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar